Implementasi Terapi Berpikir Positif ‘Ibrahim Elfiky’



Berpikir adalah bagian terpenting dari manusia yang membedakannya dari hewan maupun tumbuhan. Setiap harinya manusia berpikir sekitar 60.000 kali. Penelitian dari Fakultas Kedokteran di San Fransisco (1986), menemukan bahwa 80% dari pikiran manusia cenderung menyuruh pada keburukan atau hal-hal negatif. Pikiran-pikiran itulah yang akan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Jika manusia tidak mengarahkan dan pandai-pandai menyaring pikiran, maka yang lebih dominan adalah pikiran dan perilaku negatif. Sangat penting bagi manusia untuk mengisi pikirannya dengan hal atau informasi yang positif. Semua orang mempunyai potensi kekuatan pikiran positif. Tapi tidak semua tahu dan mampu mengaktifannya untuk mendapatkan manfaat yang luar biasa. Karena itulah sebagian orang perlu dibantu/diterapi pikiran positif.
A.    Pendahuluan
Ibrahim Elfiky menjelaskan bahwa apa yang manusia alami hari ini adalah dampak dari yang ia pikirkan. Ketika seseorang berpikir tentang bisa” atau tidak bisa”, dua-duanya akan memiliki folder pendukung dalam otak. Bila seseorang berpikir bisa, insya Allah ia akan benar-benar bisa, tetapi bila ia berpikir tidak bisa, insya Allah seperti itu pula yang terjadi. Otak selalu mampu memberikan alasan terhadap keputusan yang manusia pilih. Jika seseorang mengubah cara berpikirnya, kehidupannya pun ikut berubah.
Tak akan ada yang dapat menghentikan orang yang berpikiran positif untuk mencapai tujuannya. Sebaliknya, tak ada sesuatu pun di dunia ini yang dapat membantu seorang yang sudah berpikiran negatif. Karena itu, pendidikan seharusnya secara intensif mengembangkan kekuatan pikiran positif bagi peserta didik. Ironisnya sementara ini masih banyak penyelenggara pendidikan yang hanya berkutat pada transfer materi bukan pada pengembangan cara berpikir yang baik (positif).
Dengan berpikir positif semua siswa dapat menjadi siswa unggulan, sekolah mungkin tidak dapat mengendalikan keadaan tapi dapat mendorong siswa berpikir positif sehingga mampu mengendalikan pikiran meraka sendiri, pikiran positif menghasilkan perbuatan dan hasil yang positif (prestasi yang tinggi). Berpikir positif adalah sumber kekuatan dan sumber kebebasan. Pikiran positif membantu semua orang, termasuk para siswa, memikirkan solusi dari semua masalah sampai mendapatkannya.
Terapi berpikir positif merupakan salah satu fokus dalam penyelengaraan pendidikan di SD Al-Firdaus yang bervisi mendidik tanpa diskriminasi, mendidik dengan hati. Bahwa setiap anak memiliki kelebihannya masing-masing adalah keniscayaan. Hanya saja, tidak semua siswa mampu mengaktifkan pikiran positifnya sehingga potensi yang ada tidak pernah tergali. Dengan pendidikan inklusi, diharapkan anak-anak normal maupun yang berkebutuhan khusus dapat bertambah mahir, percaya diri dan berkarakter kuat.
Jika siswa telah berpikir positif tentang dirinya maka ia akan siap menerima tantangan. Berarti ia telah merintis perubahan, kemajuan dan perkembangan. Apa yang dipraktikkan di SD Al-Firdaus sedikit banyak telah mempraktikkan prinsip-prinsip berpikir positif yang dikembangkan Ibrahim Elfiky. Dalam tulisan ini akan dibahas titik temu antara pemikiran Ibrahim Elfiky dengan praktik pendidikan di SD Al-Firdaus Surakarta.
B.     Terapi Berpikir Positif ‘Ibrahim Elfiky’[1]
Semua orang mempunyai potensi kekuatan pikiran. Tapi tak semua tahu dan mampu mengaktifkannya untuk mendapatkan manfaat yang luar biasa. Ibrahim Elfiky dalam buku ‘Terapi Berpikir Positif’ mengenalkan kekuatan pikiran, cara kerjanya, dan cara mengaktifkankannya dengan mudah, murah, dan efektif. Ia mengungkapkan rahasia bagaimana kekuatan pikiran akan mengubah hidup sehingga lebih termotivasi kuat untuk meningkatkan kualitas berpikir yang akhirnya mengubah seseorang menjadi lebih sehat, kaya, percaya diri, dan kreatif.
Menurut Ibrahim Elfiky ada tujuh prinsip dasar sebagai hakikat berpikir positif, yaitu;
1. problematika hanya ada di alam persepsi.
2. jangan biarkan masalah tetap berada di tempat yang kita temui.
3. jangan jadi masalah, pisahkan diri dengan masalah.
4. belajar dari masa lalu, hidup pada masa sekarang, tentukan target masa depan.
5. selalu ada nilai spiritual dalam setiap problematika hidup.
6. perubahan pikiran dengan berbagai alternatif akan merubah realitas dan pikiran yang akan memunculkan realitas baru pula.
7. Allah tidak menutup satu pintu kecuali membukakan pintu lain yang lebih baik.
Menurut Ibrahim Elfiky, berpikir itu sederhana dan hanya butuh waktu sekejap. Namun, ia memiliki proses yang kuat dan memberi kekuatan yang luar biasa.
Ada kisah jenaka yang ditulis oleh Ibrahim Elfiky yaitu tentang seorang anak berusia lima tahun yang bernama Tamir. Ia tidak mau pergi sekolah dan tidak mau bangun pagi. Ibunya mengadukan masalah tersebut kepada gurunya dengan berharap mendapat bantuan penyelesaian. Di sekolah gurunya berbicara tentang kerajinan kepada anak-anak di mana Tamir berada. Ia katakan bahwa anak yang bangun pagi bisa mencapai cita-citanya lebih dulu dibandingkan yang tidak. Untuk menguatkan penjelasannya, guru tersebut menceritakan kisah burung yang bangun pagi. Karena ia rajin maka, Maka Allah memberinya makanan berupa ulat-ulat. Si burung bisa memenuhi perutnya setiap hari karena ia selalu bangun pagi. Setelah berkata demikian, guru itu memandang Tamir. Ia bertanya:”Wahai Tamir, apa pendapatmu tentang kisah ini?” Tanpa ragu Tamir menjawab dalam sekejap, “Ulat-ulat itu mati karena ia bangun terlalu pagi”.
Cerita di atas menggambarkan cara pandang yang yang berbeda. Guru ingin mengajarkan kepada anak-anak didiknya untuk mau berpikir positif  dengan memberi contoh burung yang bangun pagi sehingga Allah memberikan rejeki padanya, jadi guru itu menggambarkan sebuah cerita dari sisi pandang si burung, dengan tujuan si Tamir dan anak-anak lainnya rajin bangun pagi  dan pergi sekolah agar berhasil mencapai cita-cita nya. Namun Tamir, melihat dari sisi pandang lain dari cerita gurunya, bagaimana ulat itu mati dimakan burung  karena ia bangun pagi. Inilah yang dikatakan pikirannya mula terpola ke arah yang negatif dengan melihat sisi pandang yang keliru.
Cerita ini menunjukkan kepada kita bagaimana terjadinya proses pembentukan pikiran, karena berpikir itu sebetulnya sederhana dan butuh waktu sekejap. Namun pengaruh yang sudah ada, berbagai memori yang ada dalam pikiran telah membentuk pikirannya, menjadi positif atau negatif. Untuk itulah sekolah perlu memberkan terapi berpikir kepada para siswa agar pikirannya terbiasa melihat dengan sisi pandang yang (selalu) positif dan benar.
Merujuk pada pemikiran Elfiky maka guru dan sekolah hendaknya mampu memfasilitasi siswa yang:
1.      biasanya memikirkan hal yang tidak bermanfaat, menjadi memikirkan hal-hal yang bermanfaat
2.      biasanya  memikirkan apa yang tidak dimiliki, menjadi mensyukuri apa yang dimiliki
3.      biasanya memikirkan dan menyesali masa lalu, menjadi memikirkan apa yang bisa anda kerjakan sekarang
4.      biasanya memikirkan dan mencemaskan apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang, menjadi memikirkan kegiatan yang bisa anda lakukan sekarang.
5.      biasanya memikirkan risiko kegagalan, menjadi memikirkan keberhasilan yang akan dicapai     
6.      biasanya mengingat keburukan orang, menjadi mengingat kebaikan dan jasa orang
7.      biasanya memikirkan penderitaan, menjadi mengingat hal-hal yang membahagiakan.
Itulah beberapa hal yang disampaikan Ibrahim Elfiky untuk membangun pikiran positif. Hal tersebut tentu saja sangat relavan dengan dunia pendidikan karena sejatinya pendidikan bukan semata-mata mengubah pengetahuan siswa namun lebih pada mengembangkan cara berpikir siswa menjadi lebih baik dan positif.



C.    Implementasi Terapi Berpikir Positif di SD Al-Firdaus.
Berdasarkan hasil obesevasi dan wawancara peneliti terhadap para siswa diketahui bahwa SD Al-Firdaus telah mampu membangun pikiran positif siswa terhadap diri mereka dan lingkungan di sekitarnya. Hal tersebut dirasakan pula oleh siswa-siwa berkebutuhan khusus. Sekolah berupaya meyakinkan para siswa bahwa mereka semua adalah anak-anak yang istimewa dengan segala keunikannya masing-masing. Misalnya, Alya (kelas IV) adalah seorang penyandang tunawicara sejak lahir namun ia akhirnya menemukan sisi positif dalam dirinya yakni sebagai pemain pantomim.
Katerbatasannya dalam komuniksi verbal menjadikan Alya lebih ekspresif dalam mengutarakan suatu pesan sehingga ketika ia bermain pantomin tampak natural dan penuh penjiwaan. Alya adalah salah satu contoh siswa yang berhasil menerapkan prinsip redefinisi—mendefinisakan kembali keadaan dirinya dari sisi yang lebih positif, ia percaya bahwa Allah tidak menutup satu pintu kecuali membukakan pintu lain yang lebih baik. Hasilnya, Alya kini  telah menyabet banyak penghargaan dari berbagai perlombaan pantomim di berbagai jenjang.
Alya hanyalah salah satu contoh siswa yang berhasil menerima terapi berpikir positif dengan baik. Masih ada banyak siswa lainnya  yang berhasil melakukan lompatan luar biasa karena meninggalkan sikap memikirkan apa yang tidak dimiliki, menjadi mensyukuri apa yang dimiliki. Hal  ini tentu tidak lepas dari slogan sekolah “mendidik tanpa diskriminasi, mendidik dengan hati”. Tidak hanya bagi Alya, sekolah juga berupaya senantiasa membangun pikiran positif bagi semua siswa.
Beberapa terapi berpikir positif yang dikembangkan di Al-Firdaus yang bersesuaian dengan teori Ibrahim Elfiky adalah:
1.      Menciptakan pikiran positif dengan menghilangkan ‘tiga pembunuh’
Tiga pembunuh’ adalah tindakan yang menimbulkan efek negatif yaitu mencela, mengkritik dan membanding-bandingkan. Tiga hal ini merupakan hal-hal yang dihindari oleh penyelenggara pendidikan, terlebih pendidikan inklusi. Berbaurnya siswa reguler dengan siswa berkebutuhan khusus membawa  resiko ganda. Siswa berkebutuhan khusus mungkin akan mampu bersosialisasi dan tumbuh dengan pikiran positif atau justru sebaliknya ia akan semakin terpuruk, merasa berbeda dan berpikir serba negatif. Oleh karena itu tiga pembunuh harus benar-benar dihindari dalam praktik pendidikan.
Lingkungan sangat mempengaruhi cara berfikir manusia, karakter dan pemikiran yang ada pada diri seseorang saat ini 80% adalah hasil dari interaksi manusia dengan lingkungan. Karena itu sekolah perlu mengusahakan lingkungan belajar yang penuh aura positif. SD Al-Firdaus mengupayakan agar siswa—terutama yang berkebutuhan khusus—tidak hanya terhindar dari tiga pembunuh tapi harus disubstitusi dengan tiga kekuatan yang terdiri dari keberanian mengambil keputusan, pilihan, dan tanggung jawab.
Seorang siswa di Kelas II, Sasa, adalah siswa dengan tingkat kecemasan dan rasa minder yang tinggi. Ia telah beberapa kali mencoba bunuh diri di sekolah. Ia akan segera berpikiran negatif hanya karena seseorang memandangnya agak lama. Ia akan merasa lemah dan tidak berguna ketika seseorang membantunya melakukan sesuatu. Sasa seperti selalu membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain. Sayangnya ia selalu merasa bahwa dirinya inferior. Ia lebih fokus pada apa yang tidak ia miliki daripada menyukuri apa yang ia miliki. Setelah mempelajari kasus tersebut, guru kelas Sasa mulai melakukan pendekatan agar Sasa melakukan tahap berpikir positif.
Sasa secara intens diterapi agar ia bisa membuat redefinisi terhadap hidupnya. Para guru dan teman kelasnya, dikondisikan agar tidak menjadikan Sasa pusat perhatian dan tidak serta-merta membantu Sasa saat ia menghadapi kesulitan kecuali ia sendiri yang meminta. Sasa perlahan mulai terbiasa mengambil keputusan secara mandiri dan bertanggungjawab atas pilihannya. Ia mulai memahami kapan ia perlu meminta bantuan dan kapan tidak. Ia mulai belajar mengukur kemampuannya sendiri dan tidak lagi serba curiga dengan orang lain. Sekarang Sasa terlihat lebih tenang dan percaya diri. Tentu saja terapi semacam ini tidak hanya diberlakukan hanya untuk Sasa namun juga siswa-siswa yang lainnya menyesuaikan dengan kondisi masing-masing siswa.
Untuk menghindari pembunuh ke tiga, membanding-bandingkan, di SD Al-Firdaus memberlakukan kebijkan yang disebut ‘KKM Individual’. Kebijakan ini memungkinkan semua siswa mendapat nilai yang baik karena prinsipnya adalah anak dinilai sesuai dengan batas kemampuan mereka. Misalnya ada siswa berkebutuhan khusus dan siswa normal mungkin saja mendapatkan nilai yang sama, hanya saja masing-masing siswa akan mendapat catatan khusus yang menjelaskan makna dari nilai tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada labeling siswa pandai dan siswa bodoh. Siswa diharapkan tidak akan menaruh pikiran negatif pada pelajaran karena mereka tidak ‘diancam’ dengan nilai-nilai yang buruk. Sementara adanya catatan khusus (nilai deskriptif) merupakan bentuk keadilan yang akan membedakan prestasi/capaian sejati masing-masing siswa.
2.      Keyakinan dan proyesi positif
Ibrahim Elfiky menyampaikan bahwa keputusan yang kuat tidak membuka celah bagi keraguan. Ia memberikan kekuatan luar biasa pada seseorang untuk mewujudkan impian hidupnya. Namun pada kenyataannya banyak orang mengambil keputusan tapi tidak mampu melaksanakannya. Kalaupun dilaksanakan, hanya berlangsung sementara, kemudian kembali seperti semula. Seseorang seringkali tidak mampu benar-benar fokus dan konsentrasi pada tujuan yang sudah ia pilih sehingga secara pasti keyakinan akan pudar dan apa yang dicita-citakan tidak tercapai.
Salah satu siswa kelas VI, Bian, adalah anak yang pandai namun labil. Pada waktu-waktu tertentu ia dapat meraih nilai yang bagus namun di lain kesempatan nilainya bahkan tidak memenuhi batas minimal. Sekitar dua mingguan setelah mengajar di kelasnya saya kemudian mulai memikirkan strategi agar Bian dapat lebih stabil pada prestasi belajar yang baik. Saya kemudian membantunya tetap fokus pada tujuan dan meyakinkan dirinya bahwa ia mampu mencapainya.
Pada salah satu KBM saya menuliskan angka ‘82’ di salah satu sisi papan tulis dan saya melarang siapapun menghapusnya. Saya mengumumkan bahwa angka tersebut adalah nilai terakhir yang Bian berhasil raih. Saya ‘menantang’ Bian untuk melampaui capaian terakhirnya pada ulangan-ulangan berikutnya. Dengan demikian Bian akan selalu ingat dan dapat memperbarui keyakinannya setiapkali ia melihat angka tersebut. Hal ini terbukti berhasil, prestasi yang ia raih semakin meningkat. Ini adalah gambaran cara sederhana memberikan pengaruh positif pada pikiran siswa.
Untuk menumbuhkan keyakinan dan proyeksi positif tentu saja tidak hanya dilakukan dengan strategi yang saya gunakan. Sekolah bahkan memajang sekian banyak foto siswa di luar kelas yang mencantumkan nama beserta prestasinya masing-masing. Hal ini tentu saja mengukuhkan keyakinan siswa bahwa mereka adalah siswa berprestasi dan harus mempertahankan hal tersebut. Beberapa siswa yang peneliti wawancara menyatakan bahwa mereka juga mendapatkan energi positif dari berbagai hiasan dinding sekolah yang berisi kata-kata inspiratif.



3.      Menciptakan ruang kebahagiaan
“Tamanku, taman Al-Firdaus, tempat bermain sama-sama”
“Belajar dan berlatih agama, jadilah ilmuan yang terkenal”
Kutipan dari mars SD Al-Firdaus tersebut menggambarkan ide untuk menciptakan sekolah dengan sensasi taman: tempat bermain, belajar dan berlatih agama. Hal ini bersesuaian dengan wasiat berpikir positif yang menyegarkan pikiran dengan hiburan. Elfiky bahkan beberapa kali memberi penekanan bahwa seseorang harus secara pasti memiliki agenda berlibur. Ia mengatakan bahwa hiburan memiliki kekuatan terapi luar biasa. Ia menjauhkan seseorang dari tekanan hidup sehari-hari serta membawa pada ketenangan dan kebahagian.
Sekolah membebaskan guru untuk merumuskan sendiri model pembelajaran yang paling nyaman bagi siswa. Prinsip sama seperti makna berlibur yakni menyegarkan pikiran. Masing-masing guru memiliki cara untuk menciptakan ruang kebahagian dalam KBM mereka. Hal ini dimaksudkan agar anak senantiasa berpikir positif terhadap pelajaran. Karena sesungguhnya masalah terberat bagi siswa adalah ketika menganggap pelajaran tertentu sebagai momok sehingga ia memandangnya serba negatif.
Ada guru matematika yang gemar membuat teka-teki angka. Ada guru SKI yang ahli dongeng. Ada yang melakukan musikalisasi dalam menyampaikan pelajaran. Ada guru yang menyampaikan pelajaran dengan media gambar dan komik. Berbagai cara dikembangkan oleh masing-masing guru untuk  membangun citra positif siswa terhadap pelajaran. Saya bahkan beberapa kali ‘diprotes’ orang tua siswa karena anak-anak mereka kecanduan belajar Bahasa Arab. Bahkan sebagiannya menemui saya dan memamerkan kemampuan Bahasa Arabnya karena anak-anak mereka ‘memaksa’ mereka untuk ikut menghapal materi yang saya ajarkan di kelas. Hal ini menunjukkan bahwa siswa telah menghadirkan pikiran positif terhadap pelajaran Bahasa Arab yang biasanya dianggap momok. Demikian pula dengan pelajaran lainnya, diharapkan siswa merasakan pikiran serba positif terhadap semua yang diajarkan.
Selain menciptakan ruang kebahagiaan di dalam kelas, SD Al-Firdaus juga mengagendakan secara rutin acara liburan yang sesungguhnya berupa kemah, renang, outbound, memasak bersama dsb. Menciptakan ruang bahagia sangatlah penting karena proses penumbuhan pikiran positif akan berlangsung dengan optimal jika otak kita tengah berada pada kondisi alpha. Yakni getaran frekuensi berada pada posisi tenang dan nyaman. Dalam frekuensi ini kerja otak mampu menyebabkan kita merasa bahagia sehingga dapat dengan mudah menyerap materi pelajaran dan berbagai macam informasi lainnya.
D.    Penutup
Individu yang berpikir positif adalah individu yang mempunyai harapan dan cita-cita yang positif, memahami dan dapat memanfaatkan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki dan menilai positif segala permasalahan. Sekali lagi, berpikir positif tidak selalu dimulai dari kesadaran diri sendiri, terkadang perlu dorongan dari luar dirinya. Pikiran positif dapat terbentuk dari 7 sumber diantaranya adalah sekolah. Sekolah memiliki peran penting dalam mempengaruhi pikiran seseorang. SD Al-Firdaus sebagai sekolah yang mengusung visi inklusif berusaha menerapkan pendidikan yang mampu membimbing siswa berpikir positif. Beberapa langkah yang ditempuh adalah menghindari tiga pembunuh, mengukuhkan keyakinan dan proyesi positif serta menciptakan ruang kebahagiaan.
Tiga hal yang diterapkan SD Al-Firdaus adalah gambaran global dari terapi berpikir positif yang dilakukan di sekolah tersebut. Jika ditelusur lebih dalam tentu ada banyak terapi positif dalam setiap praktik pendidikan karena sesungguhnya pendidikan tidak hanya tentang transfer pengetahun namun juga perbaikan pola pikir. Setiap penyelenggara pendidikan semestinya mulai menaruh perhatian yang lebih banyak dalam masalah terapi berpikir positif.




[1] Ibrahim Elfiky, Terapi Berpikir Positif, (Jakarta: Penerbit Zaman, 2009).
   Seluruh konstruksi teori dalam penelitian ini di dasarkan pada buku tersebut.
Share on Google Plus

About Admin

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment